UDARA YANG HILANG

            Aku di sini, menunggumu dalam sepi, bersama riakan air yang kuat, dan tiupan angin yang lemah, aku di sini, dalam angan, untuk berjumpa denganmu memang sulit. Bergantung pada langkah kaki ke mana aku harus singgah. Di sini saat aku menunggumu.
            Bukannya berkata, aku cukup lelah, bukannya berkata, kau egois. Tak ada jejak kakimu di sini, di sana, di manapun, aku mencari, tapi aku diam. Di mana jiwa dan ragamu sekarang?
            Aku diam, diam, diam dan akhirnya aku beranjak, mencoba menghapus bayangan denganmu, memusnahkan segala angan bersamamu, membakar hingga hangus rasa rindu. Katamu kau takan pergi bahkan hilang, tapi, itulah janji manis pria labil, kalau tak mau katakan saja jangan pergi.
            Kau udara yang selalu ada, tapi kau sekarang hilang, biarpun aku tak mati saat tahu kau hilang dan pergi. Tapi hati tak imbang, aku butuh kau. Tak ada gunalah aku merindukanmu, kau memang udara yang benar-benar hampa, membawa pergi apa yang kau sapukan, kenangan tempo haripun kau bawa entah kemana. Pergi saja, bawa semua gombalan gilamu.

            30 Oktober saat aku sibuk

            Bodoh aku bodoh, udara yang kubutuhkan telah terampas ke tangan gadis lain yang tak ku kenal, aaahhh, rasanya benar-benar ingin perang. Tapi, tidak ada gunanya bagiku. Biarlah aku sibuk mengurusi urusanku daripada membayangkan betapa pedihnya hati ini.

            31 Oktober dalam sibuk

            Aku tetap bersemangat, dengan sibuknya hari ini sehingga aku bisa menghilangkan memori bodoh tentang udaraku yang pergi dengan wanita lain!

            Siang hari

            “Bagaimana, sudah habis atau masih banyak?” tanyaku pada penjaga lapak bazar kelasku. “hei kau, belilah supaya cepat habis, bukannya hanya menanyakan!” gerutunya sedikit kesal. “hehe sabarlah Nona, jangan sebal begitu, aku memastikan dulu masih ada apa tidak” balasku dengan sedikit membujuknya agar tidak masam. “hei hei, ada yang memanggilmu” tiba-tiba saja dia, air mukanya tidak masam setelah melihat ada seseorang yang memanggilku tanpa suara hanya dengan menunjuk kearahku dan memberikan isyarat kepada temanku itu.  
            Lalu aku berbalik dan ku lihat, pria dengan wajah yang ku kenal, dengan gayanya yang kekinian, iya itu, itu Riki dan…. Ternyata ada Yomi disebelahnya dan.. oh ya Tuhan ada komplotan di situ. Aku menghampirinya dan berjabat tangan ala anak gaul dengan mereka semua. Iya, aku memang anak yang mudah bergaul dengan banyak komplotan di sekolahku. Tapi komplotan yang ini sudah lulus semuanya. Tunggu ada satu yang membuatku terkejut. Ada seseorang bertubuh tinggi yang muncul di balik mereka. Hah? Fatih? Sang daratku? Oh Ya Tuhan. Betapa bodohnya aku memikirkan udaraku yang hilang dan pergi dengan wanita lain! Tanpa berpikir ada darat yang selalu ada di balik sepi, ada darat yang selalu ada di bawah udara dan menaungiku dengan bentengnya yang kuat.
            “hei kenapa kau juga ada di sini?” tanyaku pada Fatih. “hahahaha ya ada-lah” jawabnya dengan senyuman karismanya. “ayo kita ber-swa-foto” ajak Yom pada kami semua. Ckrek. “lagi lah lagi” pintaku seperti anak kecil yang diberi satu permen namun kurang dan meminta lagi. Ckrek. Betapa senangnya bertemu mereka. Seolah tak ada beban apapun. Aku masih memegang cup yang berisi minuman es putar yang ku beli dari bazar ekskul ku sambil meminumnya. “Anit! Anit!” suara temanku si penjaga lapak kelasku memanggilku. “ada apa Nona?” tanyaku. “bantulah, tawarkan ini pada mereka siapa tau mereka mau beli” mohonnya padaku. “mereka? Komplotan itu?” tanyaku memastikan. “heem”.
            Ku tawari mereka untuk membeli dagangan lapak kelasku dan dengan banyak basa-basi mereka meladeni tawaranku. Cukup kesal juga melayani mereka. Tapi, tak apa, toh mereka membeli juga. “laku-kan, Non?” jengkelku pada temanku itu. “hahaha terimakasih Anit” katanya dengan wajah yang senang seperti mendapatkan uang dari nenek yang tahu saja bahwa cucunya butuh uang.

            Pukul 10.36 siang

            “aku akan tampil nanti, kalian nonton ya pertunjukanku” kataku pada komplotan itu. “jam berapa kau tampil?” tanya Riki. “ jam 12.45”. “ahh sepertinya tidak bisa, kita sebentar lagi cabut” Riki lagi yang bicara. “yaahh kenapa begitu?” keluhku. “ada urusan” jawabnya singkat. “baiklah tak apa” “oh ya, kau sudah membeli minuman ini belum?” kutunjukkan se-cup es putar pada Riki. Memang daritadi aku banyak berbincang dengan dia. “mana aku coba dulu” Riki meraih minuman yang ku pegang dan meminumnya. “enak juga” katanya. “Fat, Fatih. Coba es putar ini” memanggil Fatih dan memberikan minuman es putar ku padanya. “enak, ayo kita beli” “beli dimana ini?” tanyanya padaku. “di lapak bazar ekskul, dagangan para juniormu” jawabku sambil menunjuk pada lapak bazar ekskul kesehatanku. “ayo antar aku beli” ajaknya padaku dan Riki. “hey kalian mau kemana aku ikut” teriak Yomi sambil berjalan cepat mengahampiri kami. “halo rekan-rekan yang sedang sibuk, ini ada pelanggan yang ingin membeli” kataku pada rekan-rekan yang sedang sibuk meladangi pembeli yang gaduh. “eh iya Anit, aduh mereka lagi” keluh Dhia, “sabarlah Ya, ladeni saja mereka hahaha” kataku dengan muka yang terpasang menjengkelkan. “aku ganti pakaian dulu” kataku pada Dhia dan rekan yang lainnya, sambil berjalan keluar ruangan bazar. Aku menoleh ke belakang saat ada diambang pintu keluar, kulihat mereka sedang bercakap-cakap, tertawa, menjahili rekan-rekanku yang sedang kewalahan. Komplotan masa SMA ku, yang sudah lulus tapi selalu bersama kapanpun mereka bisa. Dan Fatih, Sang Darat yang mengenalkanku pada komplotannya yang asyik, yang membuatku lupa apa yang sedang terjadi di pikiranku, yang menghilangkan penat dan lelahku. Terimakasih Fatih.

             1 November ,  sehari setelah acara selesai

            Hari yang melelahkan, membuatku benar-benar butuh istirahat, tapi nyatanya aku harus masuk sekolah hari ini. Oh ayolah tak apa, toh aku akan sedikit baikkan di sekolah.
            Kelas Bahasa Indonesia
            “Anit? Kenapa? Seperti yang sakit” tanya guru Bahasa Indonesia ku. “oh aku hanya kelelahan dan sedikit tak enak badan” jawabku. “apa kau terlalu bahagia setelah bertemu kemarin?” tanyanya jengkel. “oh tidak Bu, aku memang suka bertemu dengannya” aku tersipu. Sang Darat, Guruku itu tahu siapa dia. Huuhhh.
            “Anit lagi patah hati, Bu” suara seseorang dari bangku belakang, entah siapa yang berkata. Aku menoleh ke arah suara tapi semua tiba-tiba hening. “oh jadi Anit lagi patah hati?”  tanya guruku. “eh tidak, tidak ada” elakku. “ah sudah tak usah berdusta seperti itu, Anit” kata Nona, teman sebangku ku. “cieee patah hati sama siapa tuh?” “alaaahh Anit patah hati” “Anit bisa patah hati?” suara-suara gaduh keluar dari mulut teman-teman kelasku. “uuhhh sudahlah jangan dibahas, muak aku”.

 Kau tau bagaimana rasanya patah hati disaat banyak pekerjaan yang harus dikerjakan dan butuh semangat?, dan patah hati saat tubuh lelah dan butuh sandaran? Aku, tanyakan padaku, benar-benar lebih terasa. Tapi inilah Aku, Wanita tangguh. Seperti yang diinginkan Fatih. Sepatah apapun hatiku, Aku tak ingin jatuh berlarut-larut dalam kesedihan. Toh, aku bisa tetap tertawa nyata dengan komplotannya Fatih dengan senyuman nyata. Caraku menjadi wanita tangguh adalah tak akan ku tunjukan rasa sakitku di depan banyak orang, walau orang tahu apa yang ada diraut wajahku, aku katakan saja bahwa aku hanya kelelahan. Aku tak ingin orang-orang tahu Aku sedang patah hati.

            Jam istirahat

Ku nyalakan ponsel pintarku dan ku buka perangkat lunak media sosialku, ku dapati ada nama seorang perempuan di bio akunnya Khalif. Ku hembuskan nafas panjang, mencoba tenang dan tak sakit hati. Aku rasa Khalif menemukan seseorang yang nyaman. Seseorang yang sama dengan keinginannya. Seseorang yang lebih dekat dan tahu apa yang ia inginkan. Bukan Aku, tak apa. Pertemuan Aku dan Fatih kemarin mengingatkanku pada kata Wanita tangguh. Aku tau sekarang. Rasa tangguh lebih berasa daripada aku harus merenungi rasa pedih yang aku dapatkan. Terimkasih Khalif atas semua pelajaran berharga, atas semua harapan, atas semua perhatian dan rasa yang pernah tumbuh walau tak pernah berkembang hingga akhirnya layu sebelum waktunya. Terimakasih Fatih, telah membuatku menjadi wanita tangguh. Tentang hati yang patah ini, tak apa, sekali lagi tak apa. Aku di sini baik-baik saja. Aku tetap dengan nyata dan berdiri untuk tetap tangguh.
“Anit! Ayo ke kantin” seru Nona. “ayo, kita cari air bahagia!” kataku bersemangat. “air bahagia? Ada memang?”. “ada, air minum bagi yang kehausan itu air bahagia” “hah?” “benarkan? Kalau kau haus, kau pasti ingin minumkan? Dan setelah kau minum kau akan segar dan bahagia” “iya iya iya gimana Anit saja” “hahahaha nanti bilang ke abang kantinnya beli air bahagia yah?” “hahaha iya Anit iya”.
Begitulah hati, tuhan selalu membolak-balikkan hati kita. Tapi bagaimanapun kita tetap harus bisa menghadapinya dengan baik.


Bandung,19 November 2017
Teruntuk sang Darat dan sang Udara

Komentar

Postingan populer dari blog ini

INTERAKSI SANG LAUT: PERTEMUAN PERTAMA

AKU DAN DIRIKU